Kades Sudiryo: Berpenghasilan Rendah Tidak Menjadi Penghalang Dalam Mengabdi

Slawi - Marka News. Dukuhbenda merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal Provinsi Jawa Tengah. Desa ini berjarak 6 Kilo Meter dari pusat pemerintahan Kecamatan Bumijawa atau berjarak 36 Kilo Meter dari Ibu Kabupaten Tegal di Slawi. Luas wilayah Desa Dukuhbenda 507,9 hektar dengan jumlah penduduk keseluruhan 10315 jiwa. Desa Dukuhbenda terdiri dari 7 dusun, 7 RW dan 39 RT

Desa Dukuhbenda memiliki sejarah yang konon berawal dari lurah Desa Cintamanik yang memiliki wilayah yang luas, kemudian adik dari lurah tersebut meminta wilayah kakaknya untuk dibagi dengan adiknya. Akhirnya wilayah kakaknya dibagi menjadi dua, yang kemudian wilayah tersebut diberi nama Dukuhbenda. Setelah pembagian wilayah tersebut, masyarakat dari kedua desa tersebut tidak pernah bisa hidup damai, selalu saja ada pertikaian.

Sejarah lain mengatakan, dahulu kala Desa Dukuhbenda didatangi oleh seorang kakek tua yang masyarakat Dukuhbenda sebut sebagai Kaki Guna. Kaki Guna tidak tinggal bersama warga, namun ia tinggal di bawah pohon benda. Masyarakat Dukuhbenda beranggapan bahwa Kaki Guna adalah seorang calon wali. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Dukuhbenda melihat Kaki Guna sedang menancapkan tongkatnya ke tanah dan kemudian dari dalam tanah tersebut memancarkan air.

Terdapat juga sejarah Raden Sekutu. Raden Sekutu beserta kudanya awal mula datang di dusun Bujil, karena ada suatu masalah maka Raden Sekutu memutuskan pindah ke arah Selatan Desa Dukuhbenda, beliau meninggal di sana, dan kemudian masyarakat menyebut nama daerah tersebut Dusun Siketi. Itulah sekilas sejarah mengenai Desa Dukuhbenda.

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut utara Desa Cintamanik dan Desa Begawat, Timur Desa Batumirah, Selatan Kabupaten Brebes dan Barat Kabupaten Brebes.  Desa Dukuhbenda teridiri dari 7 dusun, 7 RW dan 39 RT. RW I terdiri atas 5 RT, RW II terdiri atas 5 RT, RW III terdiri atas 5 RT, RW IV terdiri atas 11 RT, RW V terdiri atas 5 RT, RW VI terdiri atas 5 RT dan RW VII terdiri atas 3 RT. Beriku nama dusun di Desa Dukuhbenda: Dusun Krajan, Dusun Bujil, Dusun Siketi Kidul, Dusun Siketi Gunung, Dusun Siketi Lebak, Dusun Glempang, Dusun Wadasmalang dan Dusun Mekartani (Dusun Relokasi)

Desa Dukuhbenda terletak di sebelah barat Kecamatan Bumijawa. Desa ini memiliki topografi berupa pegunungan dengan ketinggian antara 800-1000 Meter Dari Permukaan Laut (MDPL) di kaki Gunung Slamet, sehingga tergolong dataran tinggi. Suhu di Desa Dukuhbenda yaitu 18-24 °C dengan curah hujan rata-rata adalah 18 mm. Sebagian tanah Desa Dukuhbenda adalah persawahan dan perkebunan yang bibentangi oleh air yang mengalir di Sungai Pedes.

Pemerintah Desa Dukuhbenda berawal sejak zaman Hindia Belanda sudah terdapat pemimpin desa yang disebut lurah. Lurah yang pernah menjabat di desa Dukuhbenda adalah Lurah Duglik, Lurah Kadim, Lurah Senah, Lurah Sulemi, Lurah Juremi, Lurah Muhar, Lurah Munip, Lurah Sudir, PJ M. Rojikin dan Lurah Sudiryo.


Sudiryo Kades Dukuhbenda saat ditemui wartawan mengatakan di Kabupaten Tegal ada sejumlah desa yang tidak memiliki tanah bengkok atau lahan garapan milik desa salah satunya adalah desa Dukuhbenda. Keadaan ini jelas berimbas pada kesejahteraan Pemerintah Desa, Masyarakat dan seluruh jajaran perangkat desa. Menurut Sudiryo para perangkat desa hanya mengandalkan penghasilan tetap (Siltap) dari Alokasi Dana Desa (ADD). Sementara, Dana Desa (DD) tidak boleh digunakan untuk Siltap. “Bengkok sebenarnya bisa digunakan untuk menambah penghasilan Kades dan perangkat desa. Tapi, bagi desa-desa yang tidak memiliki bengkok hanya mengandalkan ADD,” kata Kepala Desa Dukuhbenda Sudiryo

Diungkapkan Sudiryo dianatara di Kecamatan Bumijawa yang tidak memiliki tanah bengkok diantaranya Desa Begawat, Guci, Muncanglarang, Dukuhbenda, dan sejumlah desa lainnya.. “Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pemkab Tegal mengalokasikan tunjangan penghasilan tidak tetap sebesar Rp 600 ribu per bulan. Namun, setelah pemberlakukan UU tersebut dan adanya ADD, Pemkab Tegal tidak lagi mengalokasikan dana tersebut. Kondisi itu mengakibatkan para Kades dan perangkat desa penghasilannya lebih kecil dibandingkan desa lainnya yang memiliki bengkok “ ujar Sudiryo

Kades Dukuhbenda hanya mendapatkan Siltap Rp2,8 juta perbulan, sedangkan perangkat desa hanya Rp 2 juta. Padahal, Kades yang memiliki Bengkok bisa mendapatkan Siltap di atas Rp 3,5 juta untuk Kades dan perangkat desa lebih dari Rp 2,5 juta. Dikatakan regulasi yang ada tidak memperhitungkan desa yang tidak memiliki bengkok. Baik ADD maupun DD hanya memperhitungkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan tingkat kemiskinan. Diharapkan, regulasi direvisi supaya desa tanpa bengkok bisa mendapatkan perlakukan khusus.

Misalkan bantuan khusus dari Pemkab, Pemprov atau Pemerintah Pusat untuk desa tanpa bengkok. Padahal, hak dan kewajiban sama tapi pendapatan tidak sama. Dia menambahkan, semua desa dituntut untuk berinovasi dan mengembangkan wilayahnya melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Namun, desa tanpa bengkok tidak bisa berbuat banyak karena keterbatasan anggaran dan asset yang dimiliki desa.

Sedangkan, DD yang nilainya besar lebih diprioritaskan untuk infrastruktur. Seharusnya Pemkab lebih perhatian dengan desa tanpa bengkok, terutama untuk pembangunan infrastruktur di luar kewajiban Pemkab. “Jangan disamaratakan karena sumber dan penghasilannya berbeda dengan desa non bengkok. Terlebih, di Desa Dukuhbenda wilayah yang rawan bencana. Namun sekalipun berpendapatan kecil semangat kerja seluruh jajaran perangkat desa Dukhbenda tetap tinggi dalam membangun desa,” pungkas Sudiryo. (Yer/Wikp/Anton)


Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Kades Sudiryo: Berpenghasilan Rendah Tidak Menjadi Penghalang Dalam Mengabdi "

  1. What?berpenghasilan rendah?wawancara warganya sekali2 buat bahan perbandingan
    Dari atas sampai bawah hidupnya mewah2 kok bilang berpenghasilan rendah

    BalasHapus